Air untuk Bersuci

Air untuk Bersuci - Air sebanyak dua qullah atau lebih disebut “air banyak” Sedang air yang kurang dari dua qullah dengan kekurangan yang menyolok disebut “air sedikit”.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bin Khattab ra. Telah bersabda Rasulullah saw. :
Artinya : Apabila sampai air sebanyak dua qullah dengan qullah Hajar, niscaya tidaklah menajiskannya oleh sesuatu.
Qullah : artinya bejana besar, semacam kendi besar.
Hajar : nama sebuah dusun dekat Madinaturrasul, dimana dari tempat itu dikeluarkan qullah-qullah.

Tetapi Al Ashary mempunyai pendapat lain ialah bahwa hajar itu nama satu tempat di Bahrain. Menurut Syaikh Sulaiman Al-Bujairimy pendapat ini adalah dlaif.

Kemudian Al Baihaqy meriwayatkan dari Imam Syafi’I ra. Dari Ibnu Juraij (melalui Muslim bin Khalid Azzinjy) bahwa berkata Ibnu Juraij : Artinya : Aku pernah melihat Qullah Hajar itu, kiranya satu Qullahnya dapat memuat dua qirbah lebih.
Qirbah artinya : tempat air yang dibuat dari kulit kambing. Sedang ukuran kambing yang dimaksud adalah ukuran kambing dari Hejaz. Artinya : Bukan kambing Australia atau Afrika atau lainnya.

Imam Syafi’i ra. Menjadikan makna “syai-an” atau “lebih” nya itu : setengah qirbah. Beliau berpendapat, jika yang termaksud dengan “syai-an” itu lebih dari setengah, tentu akan dikatakan : Artinya : Dapat memuat tiga qirbah kurang sedikit, dan tidak dikatakan Qirbataini wa syai’an.
Itulah lazimnya menurut pemakaian bahasa arab.

Maka dengan perhitungan yang kami sebutkan itu, dapatlah kita suatu kenyataan bahwa dua qullah itu sama dengan lima qirbah,yaitu hasil daripada 2x2.5 qirbah.


Pada ghalibnya, isi satu qirbah kambing Hejaz, tidak lebih dari berat 100 kati dengan katian Baghdad.
Jadi berat dua qullah adalah =5 X 100 kati Baghdad = 500 kati Baghdad. Mungkin juga menjadi suatu pertanyaan, mengapa justru katian Baghdad yang dikemukakan umumnya Fuqaha, dalam kitab-kitab mereka, padahal menurut Hadits shahih yang diriwayatkan Ibnu Umar ra. Akan sabda Rasulullah saw.
Artinya : Timbangan yang sempurna adalah timbangan ahli Makkah, dan sukatan yang sempurna adalah sukatan ahli Madinah. (HR. Abu Daud dan Annasay).

Boleh jadi karena memang terjadinya perkiraan dimasa itu atas katian Baghdad, dengan cara kebetulan saja. Untuk hal ini, Alhabib Utsman bin Aqil bin Yahya dalam kitabnya : Irsyadul Anam fi terjamati arkanil Islam, mengkadarkan dua qullah ini dengan 305 kati dengan katian di tanah air kita. Jika tiap kati kurang lebih 6 ons, maka 305 kati adalah kurang lebih 183 kg. = 183 liter. Karena berat jenis air adalah satu. Syekh Makshum Ali Maskumambang dalam kitabnya : Fathul Qadir fi’ Ajaibil Maqadir, mengkadarkan dua qullah dengan 10 kaleng gaz (minyak tanah) dibuang tutup atasnya sama sekali.

Dan ukuran dua qullah menurut umumnya Fuqaha’ Syafi’iyyah, pada tempat yang persegi adalah 1 seperempat hasta, panjang,lebar, dan dalam. Satu hasta menurut Imam Arrafiti adalah :44,82 em.
Al hasil jika memiliki sebuah kolam air, yang masing-masing panjang lebar, dan dalamnya 60 cm, niscaya sudah amat meyakinkan keadaan airnya mencapai dua qullah.

Menurut apa yang ditashihkan Imam Nawawy di dalam Arraudlah, tidaklah mengapa kurang satu atau dua kati saja dari dua qullah,karena kurang yang tidak menyolok tidaklah memberi pengaruh akan hilangnya nama air banyak.

Adapun air yang kurang dari itu dengan kurang yang menyolok, maka terhukum air sedikit.
Air banya, untuk berwudlu dengan memasukkan dengan kedalamnya tidklah menjadi apa. Boleh saja. Karena paling jauh akibatnya hanyalah ia bercampur dengan air mustakmal.
Karena ia air yang banyak, yang tidak member i bekas apa-apa percampuran najis yang tidak merubahkannya, maka tercampur dengan yang suci seperti air mustakmal itu, lebih utama tidak apa-apanya.

Begitulah mengenai air yang sedikit, seperti air yang sekedar dua atau tiga literpun tidak ada halangan untuk memasukkan tangan dalam berwudlu dari padanya, asalkan tahu akan caranya.
Caranya adalah demikian : Tangan yang bersih dimasukkan dalam air itu sebagai penyenduk air, lalu air itu dibawa keluar tenpat, dan diniatkannya mengangkat hadats di luar tempat itu, sedang cucuran air tidak mengenai tempat air itu. Kemudian dikala akan memasukkan air guna membasuh tangan, maka dimasukkan tangan ketempat itu hanya sekedar sebagai alat mengambil air saja, lalu meniatkan membasuh tangan diluar tempat itu, sehingga cucuran air di luar tempat.

Maksud daripada kaifiyat itu, adalah untuk menghindarkan air dari pada air mustakmal, karena dia air sedikit. Karena air mustakmal, adalah air yang berqaid lazim, jadi bukan air mutlak. Sedang bersuci wajib dengan air muthlaq. (100 masalah Agama oleh K.H.M. Sjafi’I Hadzami).(Qirbah)

Food, Fuel, Fiber, Fodder and Feedstock

Food, Fuel, Fiber, Fodder and Feedstock - Di awal musim dingin empat tahun lalu di Stockholm – Swedia, para ahli dari berbagai bidang berkumpul dalam suatu seminar untuk melakukan assessment – apakah lahan di dunia akan cukup untuk memenuhi kebutuhan Food, Fuel and Fiber ? (makanan, bahan bakar dan serat untuk pakaian dlsb). Hasilnya sungguh mengkhawatirkan mereka yang hadir, karena menurut hitungan mereka pada tahun 2030 di dunia akan ada shortage lahan minimal 300 juta hektar. Padahal masih 2 F lain yang perlu juga disediakan lahannya , yaitu Fodder (pakan ternak) dan Feedstock (bahan baku untuk rumah, perabot dlsb). Bagaimana kita akan memecahkan masalah ini ?



Ketika para ahli urusan dunia berkumpul, hasilnya adalah kekhawatiran demi kekhawatiran seperti akan shortage-nya lahan produktif tersebut diatas. Mengapa demikian ? Karena se-ahli-ahli manusia ilmunya tetap sangat terbatas, satu bidang ilmu dikuasai – yang lainnya luput.

Ketika para ahli pakan ternak mengkonversi biji-bijian seperti jagung- kedelai dlsb menjadi pakan ternak, yang terjadi adalah shortage pangan bagi manusia. Ketika para ahli energi mengubah penggunaan jagung menjadi bioethanol, masyarakat yang bahan pokok pangannya jagung sampai melakukan huru hara karena menjadi sangat mahalnya harga bahan pokok mereka.

 Begitupun ketika para pejuang lingkungan hendak mengurangi pencemaran di muka bumi dengan mengganti bahan –bahan kimia dalam kehidupan sehari-hari seperti penggunaan plastic dlsb. yang terjadi justru meningkatnya bahan baku dari nabati – yang membutuhkan lahan yang luas untuk penanamannya, butuh air yang banyak untuk pertumbuhannya dst.

 Walhasil ketika manusia berusaha mengatasi masalahnya bidang demi bidang, masalah yang ditimbulkan di bidang lainnya malah bisa menjadi lebih besar dari masalah yang dicoba atasi.

 Maka manusia membutuhkan petunjuk dari yang mengetahui seluruh sisi dari setiap persoalan, tetapi siapa yang mengetahui seluruh sisi ini ? Dialah Yang Maha Tahu ! maka petunjuk dari Dia Yang Maha Tahu tentu sudah meliputi segala sisi yang terkait.

 Bahkan jawaban untuk segala macam persoalan itu termasuk hal yang dijanjikannya :  “…Dan Kami turunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk,  serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri (muslim)”. (QS 16:89)

 Sekarang pertanyaannya adalah bagaimana konkritnya Al-Qur’an memberi petunjuk agar semua kebutuhan manusia yang tercakup dalam lima F (Food, Fuel, Fiber, Fodder and Feedstock) tersebut tercukupi dengan seimbang ?

 Ada satu surat di Al-Qur’an yaitu surat An-Nahl yang juga disebut surat An-Ni’mah karena berisi sejumlah nikmat yang diberikan oleh Allah untuk manusia. Di surat inilah antara lain terdapat seluruh jawaban untuk kebutuhan manusia – termasuk di dalamnya 5 F tersebut.

 Bila saja kita mau mengikuti petunjuk di surat ini – dan juga detilnya di surat-surat lainnya, maka manusia tidak akan pernah bingung dalam menggunakan lahan dan produk hasil buminya – karena semuanya sudah ada alokasinya masing-masing.

Untuk makanan (Food), alokasinya adalah dari tanaman-tanaman semusim seperti padi-padian, biji-bijian dan buah-buahan dari tanaman menahun (QS 16 :11). Manusia juga dapat jatah makan  dari daging ternak dan bahkan juga dari susunya (QS 16:66). Masih kategori makanan adalah juga obat-obatan seperti madu ( QS 16: 69).

 Untuk bahan bakar (Fuel), alokasinya adalah  dari tanaman juga, khususnya buah-buahan tertentu seperti zaitun dan bahkan kurma dan anggur (QS 16:11 dan 67). Keketiganya bisa dimakan sebagai makanan prioritasnya, tetapi bisa juga jadi bahan bakar bila diperlukan dalam kondisi tertentu.  Bahkan bahan bakar fosil kita kini juga dahulunya adalah dari tanaman – jutaan tahun lalu.

 Zaitun bisa digunakan sebagai bahan bakar secara eksplisit juga dijelaskan di surat lain (QS 24:35), sedangkan kurma dan anggur bisa jadi bahan bakar tersirat di ayat yang berbunyi : “…Dan dari buah kurma dan anggur kamu membuat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik…” (QS 16:67)

 Bila kurma dan anggur dibuat minuman yang memabukkan – alcohol , maka memproduksi dan menjual belikannya –pun tidak boleh. Tetapi bagaimana bisa menjadi rezeki yang baik ?

 Selain dimakan buahnya dan itu rezeki yang baik, ketika produk melimpah dan melebihi kebutuhan untuk makanan, maka buah-buah tersebut bisa diproses menjadi alcohol atau ethanol – bukan untuk diminum  – tetapi untuk bahan bakar. Memproduksi sampai jual beli bahan bakar tentu saja boleh, dan ini menjadi komoditi yang sangat vital di jaman modern ini – siapa yang menguasainya, mereka akan menguasai porsi rezeki yang baik itu.

 Untuk Fiber atau serat yang disebut secara eksplisit adalah serat dari wool (domba), bulu binatang seperti kambing dan unta (QS 16:80). Yang disebut secara tersirat adalah serat yang digunakan lebah untuk membangun rumahnya (QS 16:68), karena lebah membuat rumah dari remah-remah dedaunan atau pepohonan.

 Untuk Fodder  atau pakan ternak adalah rumput di padang gembalaan yang tumbuh diantara pepohonan dan di tempat turunannya hujan (QS 16:10), maka kalau sumber utama daging kita adalah dari ternak yang digembalakan – tidak akan ada rebutan antara biji-bijian untuk makanan manusia dan biji-bijian pakan ternak. Biji-bijian utamanya untuk manusia, rumput-rumputan untuk ternak – jelas pembagiannya.

 Untuk Feedstock atau bahan baku yang disebut secara khusus adalah kulit binatang (QS 16:80) – yaitu untuk bahan rumah ketika kita dalam perjalanan maupun selagi menetap. Yang disebut secara umum bisa apa saja yang bisa digunakan sebagai bahan baku  untuk memenuhi kebutuhan manusia baik papan, sandang maupun lainnya (QS 16:81).

 Karena masing masing jenis kebutuhan sudah ada alokasinya , tidak akan ada tumpang tindih antara satu kebutuhan dengan kebutuhan lainnya. Kita butuh material untuk membangun rumah dan membuat pakaian misalnya, tidak perlu berebut lahan dengan kebutuhan untuk tanaman pangan.  Semua bisa saling mengisi di satu hamparan lahan yang sama.

 Ketika di suatu lahan pertanian kita menanam berbagai pohon buah, disitu juga tempat kita menggembala. Pohon buahnya menjadi berbuah banyak dengan adanya kotoran hewan, dan untuk pohon berbuah banyak dibutuhkan banyak penyerbukan yang utamanya menggunakan lebah. Buah banyak akan sejalan dengan madu banyak, dan beeswax atau lilin lebah yang banyak – yang terakhir ini bisa menjadi bahan baku yang semakin berharga.

 Dari kombinasi ini sudah terjawab kebutuhan Food (termasuk obat), Fiber, Fodder dan sebagian Feedstock. Ketika kombinasi buah-buahan kita tambah dengan pisang, maka buahnya menambah Food, batangnya menjadi tambahan bahan baku atau Feedstock seperti bahan-bahan yang menjadi focus riset kami saat ini di bidang bioplastic, tree-free paper dan biocomposites.

 Bila buah-buahannya kita tambah tiga buah spesifik yang disebut di ayat 11 dari Surat yang sama (An-Nahl) yaitu zaitun, kurma dan anggur ; maka tambah lagi pemenuhan kebutuhan Food itu dan satu lagi masalah terjawab yaitu Fuel. Ekses produksi zaitun bisa menjadi biodiesel, sedangkan ekses produksi anggur dan kurma menjadi bioethanol.

 Maka demikianlah kebutuhan manusia bisa terjawab semuanya melalui petunjukNya, dan bumi tidak kurang 300 juta hektar seperti kata para ahli tersebut di atas. Bumi insyaallah cukup untuk kita semua tinggal dan makmur didalamnya – tidak kurang satu jengkalpun, insyaAllah.(Qirbah)

Qirbah untuk Lingkungan dan Kesehatan

Qirbah untuk Lingkungan dan Kesehatan - Ada satu oleh-oleh I’tikaf yang sudah saya share dengan teman-teman di facebook dan ingin saya share lagi secara lebih luas dan lebih detil kepada para pembaca situs ini. Oleh-oleh tersebut bernama Qirbah, tempat minum dari kulit yang digunakan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Bila saja sunnah menggunakan Qirbah ini kita hidup-hidupkan lagi kini, maka sejumlah masalah besar dunia seperti isu lingkungan hidup, kelangkaan air dan kesehatan akan ikut teratasi. Bagaimana bisa ?

Qirbah

Ide untuk menghadirkan kembali Qirbah dalam kehidupan kita ini berasal dari keprihatinan saya menyaksikan langsung betapa tumpukan sampah plastik itu mengotori Masjidil Haram dan sekitarnya. Ketika berbuka puasa rame-rame, masing-masing jam’ah rata-rata standby dengan satu atau dua gelas plastik air. Gelas-gelas plastik ini menjadi sampah sesaat kemudian setelah airnya diminum.

Berjuta-juta orang yang lagi di Masjidil Haram melakukannya setiap hari, tidak terhitung sampah yang dihasilkannya. Pasti bukan pencemaran lingkungan seperti ini yang diajarkan oleh Islam, bila saja umat ini bisa bener-bener mengikuti ajaran yang dibawa oleh uswatun hasanah kita – Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam – sampai ke hal-hal detil seperti mengelola kebutuhan air minum tersebut.



Bukan hanya mencegah pencemaran, bahkan seharusnya kita bisa menghentikan pencemaran plastik di dunia yang seolah tidak terbendung kini. Sampah-sampah plastik di seluruh dunia yang berujung di laut kini sudah mencapai sekitar 86 % dari seluruh benda-benda yang mengotori laut. Bahkan Jutaan burung dan mamalia laut mati setiap tahunnya gara-gara tersedak oleh benda-benda dari plastik ini.

Anda mungkin berpikir bahwa plastik kan bisa di recycle sehingga pencemaran lingkungan mestinya dapat di atasi ? betul bisa di recycle, tetapi di negeri yang katanya sadar lingkungan seperti AS sekalipun – menurut Worldwatch Institute – mereka hanya merecycle sekitar 0.6 % dari plastik-plastik yang digunakannya, selebihnya menjadi sampah.

Dunia saat ini memproduksi sekitar 300 juta ton plastik setiap tahunnya, bayangkan bila lebih dari 99%-nya kemudian menjadi sampah. Sampah-sampah plastik itu bertahan nyaris selamanya di bumi ini karena dia tidak bisa secara alami terurai kembali ke tanah. Betapa dholimnya umat manusia jaman ini, bila hanya untuk minum sesaat – seperti saat berbuka puasa di Masjidil Haram tersebut – kita mengotori bumi selamanya !

Lantas apa solusinya ? Indahnya agama ini adalah ada solusi untuk setiap persoalan – bahkan solusi tersebut sudah dicontohkan langsung oleh Uswatun Hasanah kita. Untuk tempat air minum misalnya,Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menggunakan apa yang disebut Qirbah – tempat minum yang dibuat dari kulit.

Pasti ada hikmah yang sangat besar dari tempat minum yang satu ini, karena sampai-sampai Rasullullah pernah meminta secara khusus ketika berkunjung ke sahabat dari kaum Anshar. Saya kutib dari kitab Riyadus Shalihin, hadits-nya sebagai berikut :

Diriwayatkan dari Jabir Radliallahu ‘Anhu, Rasulullah mengunjungi sebuah rumah milik kaum Anshor bersama seorang sahabatnya dan berkata kepada pemilik rumah : “Bila engkau memiliki air di dalam wadah air dari kulit yang tersisa dari semalam – berikan kepada kami untuk minum; bila tidak biarlah kami minum dari aliran airnya langsung.” (Sahih Bukhari).

Pemilik rumah yang dikunjungi oleh Rasulullah tersebut adalah petani yang menggunakan air untuk menyirami tanamannya. Rasulullah Shallallhu Alaihi Wasallam sampai memilih meminum langsung dari air yang dipakai menyiram tanaman ini – bila tidak ada air yang sudah disimpan satu malam di Qirbah – tempat air dari kulit tersebut. Apa hikmahnya ?

Qirbah bukan hanya suatu benda tempat minum yang berdiri sendiri, dia adalah bagian dari suatu system dari pengelolaan air yang berdampak sangat luas. Sejumlah hadits sahih membahas masalah masalah Qirbah ini dari berbagai segi.

Sayangnya yang mungkin banyak diingat oleh kalangan umat adalah hal yang dilarang misalnya larangan minum langsung dari mulit Qirbah – jadi seolah-olah yang dilarang Qirbahnya, padahal yang dilarang adalah cara minum yang salah. Bahwasanya betul ada hadits sahih yang melarang minum langsung dari mulut Qirbah, tetapi ada juga hadits yang menceritakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam minum langsung dari mulut Qirbah ini di rumah Ummu Sulaim – semua permasalahn ini dibahas oleh Imam Nawawi di Kitab Riyadus Shalihin.

Yang banyak diceritakan di hadits juga adalah Rasulullah berwudlu dari Qirbah, ini bisa menjadi contoh bahwa Rasulullah sangat berhemat dalam penggunaan air. Salah satu Mukjizat Nabi-pun terkait dengan Qirbah ini, yaitu pada peristiwa Hudaibiyah ketika para sahabat (1400-1500 orang) kehabisan air.

Saat itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tinggal memiliki satu Qirbah air. Maka ketika beliau meletakkan tangannya pada Qirbah tersebut, mengalirlah air dari jari jemari beliau sampai mencukupi kebutuhan untuk seluruh pasukannya. Bahkan kata sahabat yang hadir saat itu – bila jumlah kami ratusan ribu-pun air itu masih cukup, tetapi saat itu  jumlah kami hanya 1500 orang (dari hadits Sahih Bukhari).

Jadi Qirbah ini adalah system pengelolaan air minum, air wudhlu dan air untuk perbagai kebutuhan lainnya – termasuk pengobatan yang diceritakan di hadits lainnya lagi. Tetapi seperti apa Qirbah itu ?

Bentuk aslinya kurang lebih seperti foto diatas. Ukuran standarnya bisa menampung air sekitar 38 liter. Ulama fiqih kemudian juga menggunakan ukuran 5 Qirbah yang setara dengan 2 Kullah air atau 190 liter  – sebagi batasan air yang tidak tercemari oleh najis.

Dalam menghidupkan sunnah Nabi, tentu utamanya adalah untuk mencontoh langsung apa saja yang dilakukan dan digunakan beliau. Bahkan tanpa mengetahui alasannya-pun kita tetap harus mengikutinya – seperti peristiwa ketika Umar bin Khttab akan mencium batu Hajar Aswat – semata karena ingin mencontoh apa yang dilakukan beliau.

Bahwasanya kemudian ternyata mengandung banyak hikmah dari mengikuti contoh-contoh beliau ini, inipun dijanjikan oleh Allah. Taat kepada Nabi adalah bentuk ketaatan kepada Allah, dan jalan keluar akan selalu diberikan kepada orang-orang yang bertakwa.

Termasuk masalah besar lingkungan dan kesehatan yang saya angkat di awal tulisan ini. Bayangkan sekarang kalau jutaan orang yang mengikuti sunnah nabi I’tikaf tersebut juga mengikuti sunnah lainnya menggunakan Qirbah untuk tempat airnya, maka tidak ada jutaan gelas dan botol plastik yang harus dibuang menjadi sampah setiap harinya. Tidak ada antrian panjang berebut air wudhlu – yang masing-masing orangnya menggunakan begitu banyak air untuk berwudlu – sedangkan Rasulullah sendiri bisa berwudlu dengan sangat sedikit air dari Qirbah.

Bayangkan kalau sunnah ini kita lanjutkan, bukan hanya untuk orang-orang yang beri’tikaf, tetapi untuk keseharian kita. Maka kita akan dapat menghentikan atau setidaknya mengurangi penggunaan plastik yang kemudian menjadi sampah abadi di alam.

Untuk berbagai alasan inilah kami ingin bener-bener menghadirkan kembali Qirbah ini ketengah umat jaman ini. Mungkin akan terasa asing bila umat ini kembali minum dari tempat minum dari kulit, tetapi justru yang asing inilah yang akan beruntung sebagaimana hadits berikut :

“Islam pertama muncul sebagai sesuatu yang asing dan akan kembali asing sebagaimana pertama kali muncul, maka beruntunglah bagi orang-orang yang asing” (HR. Muslim).

Bayangkan hikmah yang akan bisa kita petik dari menghidupkan kembali sunnah yang satu ini.

Kita tidak perlu lagi membuang gelas atau botol plastik yang mengotori bumi setiap kali kita minum. Tempat minum kita cukup satu yang bisa dipakai seumur hidup.

Karena tidak perlu ongkos pembotolan/penggelasan air, maka tidak ada lagi orang jualan air dalam botol atau gelas kemudian memberinya harga yang mahal dengan alasan sebagai  ongkos pengemasan tersebut.

Masalah kesehatan dan kepraktisan tidak perlu kita kawatirkan, sampai-sampai Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memilih minum air yang sudah disimpan semalam dalam Qirbah atau minum langsung dari sumber/salurannya , pasti ada kelebihan Qirbah ini dibandingkan tempat air lainnya.

Yang sudah bisa dijelaskan secara ilmiah tentang bagaimana air bisa begitu sehat dan beraroma dalam Qirbah adalah karena bahan yang digunakan untuk membuatnya.

Kalau Anda hanya sekedar menjahit kulit menjadi tempat minum, pasti akan bocor bukan ? Bagaimana agar tidak bocor ? pelajarannya ada di sarang lebah. Tidak ada sarang lebah yang bocor madunya – apapun bahan sarang lebah yang digunakan. Dimana rahasianya ?

Sarang lebah di-sealed dengan apa yang disebut lilin lebah atau beeswax. Beeswax ini diproduksi oleh lebah pekerja dari madu yang dimakannya. Keluar dari perut lebah aslinya berupa cairan berwarna-warni, dan kemudian memadat pada suhu ruangan.

Begitulah cara orang-orang dahulu membuat Qirbah-nya. Di-sealed dengan beeswax sedemikian rupa sehingga nampak dalam foto di atas kekokohan dari Qirbah itu. Kantong kulit yang sudah di-treatment dengan beeswax akan bebas dari jamur (jamur tidak bisa tumbuh di beeswax), bebas bakteri dan bebas oksidasi. Itulah mengapa air yang disimpan dalam Qirbah menjadi jauh lebih sehat dari tempat air lainnya.

Bagaimana dengan rasanya ? rasanya menjadi segar dan beraroma. Meskipun air yang Anda minum tetap air tawar biasa, bila disajikan dengan aroma yang enak – maka air yang Anda minum itu juga menjadi enak. Aroma air dalam Qirbah ini juga datang dari beeswax yang berasal dari madu tersebut.

Bagaimana dengan bau kulit yang ada ? selain kalah dengan aroma beeswax/madu, kulit yang disamak dengan baik dia menjadi suci dan bebas bau. Bahkan para ulama fikih-pun berdasarkan hadits-hadits yang ada sependapat bahwa Qirbah dari kulit binatang yang dimakan dagingnya adalah suci – terlepas dari apakah binatangnya disembelih dengan nama Allah ataupun bangkai sekalipun.

Dasarnya adalah dua hadits berikut :

Dari Ibnu Abbas Radliallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “ Apabila kulit-kulit tersebut telah disamak, maka dia telah menjadi suci” (HR. Muslim).

Ketika Rasulullah melihat sahabat membuang bangkai kambing, beliau bersabda : “Jikalah kalian mengambil kulitnya”. Kemudian para sahabat berkata : “Sesungguhya hewan tersebut telah menjadi bangkai”. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Air dan daun Qarazh itu akan membersihkan (kulit dari bangkai tersebut)”. (HR. Abu Daud)

Daun qarazh adalah bahan untuk penyamakan kulit di jaman itu. Di jaman ini banyak bahan dari tanaman yang bisa digunakan untuk menyamak – yaitu tanaman-tanaman yang mengandung tannin seperti pisang, gambir dlsb. Itulah sebabnya dalam bahasa Inggris proses penyamakan disebutTanning – yaitu proses penggunaan tannin.

Patokannya tetap harus dari kulit dari hewan yang dagingnya halal dimakan, dan ini mengandung hikmah tersendiri. Setiap hari jutaan domba, kambing dan sapi dipotong untuk makanan manusia – pasti ada jutaan kulit dari bintang-binatang tersebut yang bisa dibuat tempat minum yang cukup untuk seluruh manusia di muka bumi ini – jadi tidak perlu minum dari gelas plastik !

Dunia tidak akan kekurangan bahan kulit untuk tempat minum ini, tidak perlu memotong binatang lain hanya untuk diambil kulitnya ! Bahkan kulit-kulit tersebut akan cukup dibuat untuk bahan rumah (bahan bangunan) bagi manusia – karena Al-Qur’an mengindikasikan bahan rumah kita itu juga dari kulit (QS 16:80) – akan saya bahas terpisah masalah ini dalam tulisan lainnya – insyaAllah.

Lantas konkritnya akan seperti apa dan kapan Qirbah itu akan bisa hadir kembali ketengah umat jaman ini ? Agar dalam menghidupkan sunnah ini bukan kepentingan ekonomi yang mengemuka, maka team dari Yayasan Dana Wakaf Indonesia telah mulai bergerak untuk menyiapkan kehadirannya. Artinya kalau toh ada dampak keuntungan materi dari pengadaan Qirbah tersebut, dari awal sudah diniatkan keuntungannya akan diwakafkan kembali untuk berbagai kepentingan umat berikutnya.

Yang sedang dipersiapkan antara lain supply kulit-kulit yang disamak secara nabati – tidak boleh disamak secara kimiawi seperti yang dilakukan di industri kulit modern pada umumnya. Dan untuk ini sudah ada yang sanggup mensupply-nya.

Selanjutnya team product design kita juga sedang bekerja keras untuk bisa menghadirkan bentuk Qirbah yang praktis untuk jaman ini. Untuk masyarakat mobile akan dihadirkan Qirbah-Qirbah kecil yang cukup untuk membawa satu liter air misalnya.


Foto-foto di atas contoh sederhanya, tetapi saat ini kami sedang merancang sekalian cangkirnya yang juga dari kulit – agar orang tidak minum langsung dari mulut Qirbah seperti dalam hadits tersebut di atas. Qirbah-qirbah yang seukuran aslinya untuk kebutuhan rumah tangga akan menampung air 10 galon (38 liter) – atau sekitar 2 tabung air gallon besar yang ada di rumah-rumah saat ini, insyaAllah akan menyusul setelah yang kecil-kecil tersebut menyebar.

Umat ini tidak akan kekurangan solusi untuk mengatasi perbagai persoalan kehidupannya, bahkan juga persoalan yang dihadapi dunia secara luas seperti dalam kasus pencemaran lingkungan oleh plastik tersebut. Kuncinya kita hanya perlu mengikuti petunjuk-petunjuk dan contoh-contoh konkrit yang sudah dilakukan oleh uswatun hasanah kita. insyaAllah. (Qirbah)